Pages

Saturday, April 15, 2017

IMITASI, IMITASI, IMITASI




Saat saya bangun pagi ini kepala saya tiba- tiba mengutarakan pertanyaan yang kira- kira bunyinya seperti ini. “Kenapa ada orang yang sangat terobsesi untuk meniru orang lain dengan cara yang menjengkelkan?”. Lalu diikuti semua rekaman tentang orang- orang yang melakukan hal ini terhadap saya di mulai dari masa saya duduk di bangku SD dulu. Saya masih ingat punya teman yang selalu bertanya saya makan apa? Saya belajar jam berapa? Saya minum vitamin untuk kecerdasan merk apa? (maklum di SD tempat saya bersekolah, dimasa itu adalah masa keemasan saya soalnya hampir tiap tahun saya menyandang ranking 1 he he . Maaf,,, boleh dong ngembang ngempiskan lubang idung sedikit he he he). Lalu setelah menjawab pertanyaan tersebut si kawan malah dengan lantang mengatakan bahwa dia akan belajar di jam yang sama saat saya belajar, dia akan makan makanan seperti yang saya makan atau lebih baik supaya dia bisa rangking 1 seperti saya. Terus terang jiwa bersaing saya jadi membara gara- gara curhatan luar biasa itu. Gak  akan lah saya biarkan gelar juara saya diambil orang yang cuma berusaha meniru menjadi saya. Terutama saat dia bilang bahwa dia akan minum cere#r#f#t supaya bisa menjadi rangkin 1 seperti saya dan dia yakin sekali bakal rangking 1 dengan minum vitamin itu karena saya gak minum vitamin apa- apa. Kepala saya berputar- putar dengan pertanyaan apa salah saya sampai- sampai si kawan datang- datang bertanya dan mengumandangkan perang persaingan ini (sekarang saya baru sadar pastilah ini ulah mulut emak- emak yang saling membanggakan dan membanding- bandingkan anak siapa lebih baik dari anak siapa he he he. Itukan sifat alami emak- emak dan bapak- bapak yang masih terus eksis hingga kini. Benar- benar sifat yang gak ada matinye! he he he). Masa SMP dan SMA tidak ada yang berusaha untuk merebut rangkin dari saya. Hal ini sangat jelas karena saya gak pernah dapat rangking pada masa- masa ini he he. Kalah saing dengan anak- anak lain yang lebih pintar di kelas unggul. Saya bisa belajar dengan tenang tanpa ada gangguan atau tekanan dari teman- teman yang terobsesi menjadi rangking satu. Tapi tiba- tiba ada yang bertanya,”kamu di rumah gak pernah kerja ya?” saat saya jawab bahwa saya membantu ibu saya mencuci piring dan menyapu rumah, si kawan malah menarik tangan saya sambil berkata, “kakak saya bilang kalau tangan sehalus ini berarti gak pernah kerja, saya gak pernah kerja tapi tangan saya tidak begini halus. Besok saya mau cuci piring biar tangan saya sehalus ini” saya cuma melongo tapi jadi sadar diantara urutan lambang keminderan seperti tubuh pendek, gemuk dan rambut yang kasar seperti kawat ternyata saya punya tangan yang halus ( hahai bangga sekaligus kesal, ini anak udah cantik, ramping, rambut lurus alami seperti bintang iklan dan teman favorit hampir semua anak cowok dan cewek disekolahan kok masih gak bersyukur sih! Pake nuduh- nuduh saya gak pernah kerja bantu ibu dirumah pula). 

Sudahlah! Saya masih bisa menceritakan cerita- cerita aneh lainnya tentang bagaimana orang berusaha meniru saya untuk sesuatu yang mereka anggap kelebihan sementara bagi saya itu adalah hal yang biasa. (dan saya juga ingin menuduh bahwa anda akan bereaksi seperti suami saya yang mengganggap saya mengada- ada karena dia jelas tau penampakan saya sebagai emak- emak sekarang ini jauh sekali dari kisah klasik untuk masa depan yang saya ceritakan ini). Intinya saya sangat terganggu dengan pernyataan bahwa seseorang dengan suara lantang dan kalimat yang tersurat jelas bahwa ia akan meniru saya. Lalu saya bertanya pada diri saya, “wajarkah kalau saya tidak suka dengan orang seperti ini? Apa orang lain akan bereaksi dengan reaksi yang sama menghadapi masalah seperti ini? Bukankah seharusnya saya bangga dengan adanya orang yang ingin menjadi seperti saya? Kenapa saya merasa sangat terganggu?”. Dari kenangan masa lalu itu Saya mulai memperhatikan bagaimana tinggkah emak- emak lainnya bergaul dan bereaksi dalam konteks tiru meniru ini.

Semua emak- emak pasti tidak terlepas dari yang namanya berinteraksi dengan teman- teman, tetangga, atau bahkan anggota komunitas tertentu. Satu hal yang wajar juga saat seorang emak- emak cenderung menjadi sama dengan emak- emak lainnya yang ada dalam lingkungan pergaulannya. Sebagian emak- emak akan sangat senang bila dia memiliki kesamaan dengan para emak yang lain. Bagi emak- emak tipe ini memiliki sesuatu yang sama dengan teman atau sahabat adalah hal yang dianggap sebagai bentuk kekompakan dan ikatan yang kuat antara satu dengan yang lain. Jadi jangan heran kalau ada satu geng emak- emak yang anggotanya memiliki tingkah laku, kecenderungan memilih style atau barang- barang yang cenderung serupa atau bahkan sama persis. Bahkan mereka bermusyawarah mengenai benda- benda yang akan dibeli dan dikenakan. Ada juga emak- emak yang anti mainstream. Tipe emak- emak semacam ini akan selalu nampak berbeda dari orang lain baik dari segi tingkah laku dan stylenya. Emak- emak yang anti main stream ini juga bisa dibagi lagi menjadi dua model. Model yang satu cenderung selalu ingin lebih eksklusif dan lebih unggul dari yang lain. Sedangkan model emak- emak lainnya tidak mempermasalahkan apakah dia lebih unggul atau tidak dari emak- emak yang lain asalkan yang paling penting adalah jangan menjadi sama seperti orang lain. Menjadi sama atau mirip dengan orang lain merupakan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman jika tidak boleh dikatakan sebagai sesuatu yang tidak pantas.

Fenomena emak- emak yang mainstream dan anti mainstream  ini bisa terjadi karena beberapa sebab. Satu diantara sekian banyak sebab yang berkaitan satu dengan lainnya adalah proses meniru atau menolak meniru sesuatu. Mari kita lihat arti kata meniru dalam bahasa Indonesia. Dalam Bahasa Indonesia kata Sinonim dari kata tiru; meniru adalah 1. Membebek, membeo, mengekor, menguntit, menyerupai 2. Belajar, bercermin, mencontoh, meneladan, mengikuti, menurut,3. Memalsukan, membajak, mengopi, memalsukan.  Dari definisi diatas golongan pada nomor 2 jelas memiliki makna lebih halus dan bersifat positif. Berbeda dengan golongan makna pada nomor 1 dan 3 yang terlihat memiliki makna yang sedikit negatif. Sebenarnya untuk apa sih manusia meniru orang atau sesuatu yang lain daripada dirinya sendiri?

Dalam kehidupan proses meniru dapat terjadi dengan berbagai alasan dan cara. Meniru adalah salah satu kemampuan alami seseorang yang pada dasarnya untuk membuat seseorang berkembang dengan baik atau ke arah yang lebih baik, apakah itu perkembangan cognitif dan perkembangannya dari segi interaksi sosial. Proses meniru ini dalam dapat terjadi  di alam  sadar dan dialam bawah sadar seseorang. Dalam dunia psikologi ini dinamakan reaksi Gauchais. Dalam bahasa Inggris Psikologi meniru disebutkan dengan dua kata yang berbeda yaitu mirror dan imitation. Mirror diartikan sebagai proses meniru yang terjadi di alam bawah sadar manusia terhadap gerak tubuh, gaya bahasa dan sikap seseorang. Jadi proses mirror sebenarnya terjadi begitu saja tanpa disengaja. Proses mirror ini sering terjadi dalam interaksi sosial khususnya antar sesama sahabat atau keluarga. Dalam konsep ini seringnya berpengaruh pada pikiran seseorang yang ditiru terhadap si peniru yang menuju kepada berkembangnya suatu hubungan yang lebih baik.

Berbeda dengan mirror, proses meniru yang disebut imitation dilakukan dengan sengaja dan terlihat untuk meniru tindak tanduk seseorang yang lain. Lalu apakah ini baik atau buruk? Well, para ahli percaya bahwa jika seseorang begitu terbuka mencoba meniru orang lain dalam suatu interaksi sosial, maka akan memberi tekanan pada kognitif seseorang yang sedang ditiru. Kontribusi paling buruk dari hal ini adalah terjadi pelepasan stress secara non verbal terhadap orang yang meniru. Dan saya yakin ini adalah hal yang sedikit negatif. Jadi meskipun maksud seseorang baik saat melakukan proses peniruan – katakanlah untuk membangun hubungan baik dengan orang yang ingin ditiru, menebar kharisma agar terlihat sama atau senasib atau sekedar menjadi persuasif atau menarik perhatian orang yang ditiru—hasilnya bisa menjadi bumerang bagi si peniru sendiri. Alih- alih orang yang ditiru menjadi suka terhadapnya orang yang ditiru cenderung tidak menyukai si peniru ini.

Lalu apa yang harus kita lakukan dengan situasi tiru meniru ini?
1.      Para emak bisa memilih melakukan proses peniruan dalam rangka belajar, atau menyerap ilmu baru dari seseorang yang lain.
2.      Pastikan saja kita tidak melalukannya secara sengaja dan sangat terlihat kalau kita sedang berusaha menyamai, menyerupai atau meniru orang lain.
3.      Jangan terlalu memaksakan diri untuk mencuri perhatian seseorang yang ingin anda jadikan teman dengan cara meniru orang tersebut sementara orang tersebut telah jelas- jelas menolak membangun suatu hubungan pertemanan secara non- verbal atau secara halus terhadap anda.
4.      Emak- emak sekalian harus jeli melihat mana saja calon teman yang suka keseragaman dan mana saja calon teman yang benar- benar anti mainstream. Tak ada salahnya menyesuaikan sikap kita dengan tipe- tipe orang seperti mereka jika tujuan kita memang ingin membangun hubungan pertemanan dan menebar pesona he he he.
5.      Satu hal yang paling penting sebenarnya adalah berusahalah untuk terus menjadi diri sendiri dalam artian positif. Toh kita punya norma- norma standar untuk menentukan sebaik apa kita jadinya nanti tanpa harus memaksakan diri untuk meniru teman atau tetangga cuma agar kita bisa disukai oleh mereka. Contoh: mengembangkan diri sesuai dengan definisi menjadi pribadi yang baik sesuai norma   agama yang kita anut adalah cara yang paling baik (itu menurut saya sih he he he)
6.      Dan bagi yang anti mainstream sudah mulai bisa melatih diri untuk tidak terganggu dengan si peniru. Setelah dipikir- pikir it’s impossible juga kali ya melarang orang untuk meniru anda, karena akan menimbulkan reaksi yang lumayan memusingkan juga (coba anda bayangkan kalau orang yang anda larang untuk meniru anda itu bakalan menjawab, “eh siapa juga yang niruin kamu,  Ge er deh!” pasti tengsin dan tambah sebel. Dan kalau yang mau ditiru dari anda adalah kebaikan yang akan mengantarkan seseorang ke surga, masak iya anda bakal melarang orang tersebut? Mana ada orang yang mau di larang masuk surga kan he he he)
PENIRU YANG GAK BOLEH DILARANG :)


Itu saja catatan kecil dan saya hasil renungan beberapa waktu ini. Yang pasti saya sendiri jadi tau bahwa saya masih seorang emak- emak yang normal karena bereaksi seperti yang telah saya ceritakan tadi. Anyway, I’m happy that this bring me to solve my own little problem with this situation. Happy week end!

Reference:

Wednesday, April 5, 2017

HAYO PILIH MANA? TELUR DADAR FLAT ATAU TELUR DADAR MIE?



Saat menghidangkan makanan bagi keluarga saya terkadang saya merasakan kecemasan dan kejengkelan. Cemas bila makanan yang saya sajikan tidak habis dimakan oleh suami dan anak- anak. Jengkelnya juga karena itu, kalau ternyata kecemasan kita saat menyajikan makanan tersebut terbukti; makanannya tidak dimakan. Sebagai emak- emak, mungkin anda pernah merasakan apa yang saya rasakan saat menyajikan makanan untuk anggota keluarga. Terutama kalau anda adalah emak- emak dengan anak balita yang sukanya pilih- pilih makanan atau maunya makan yang itu- itu aja. Saya adalah tipe emak- emak yang suka merayu (baca: memaksa) kalo anak-anak saya  gak mau makan sayur. Tapi rayuan demi rayuan itu pada akhirnya lebih sering berakhir dengan kekecewaan. Si anak tetap pada pendiriannya untuk tidak mau makan sayur. 


Tapi suatu hari ada yang menarik dari bayi kecil saya yang perempuan saat saya sedang makan sayur rebus yang berisi wortel dan labu jepang, dengan potongan bentuk dadu- dadu. Si kecil langsung menarik piring makan saya dan kemudia melarang saya menyentuh sayuran- sayuran tersebut dan dengan sigap memasukkan satu per satu sayur tadi ke dalam mulutnya sampai habis. (Yey!! Hati saya bersorak berarti kalau mau kasih makan sayuran ke si kecil harus diusahakan potongnya bentuk dadu. Dan ini selalu berhasil). Tapi hati tetap bergumam, itu kan wortel juga nak yang kemarin- kemarin mamak kasih?


Lain waktu saat saya menyajikan telur dadar pada anak saya yang laki- laki, hasilnya juga selalu berupa penolakan yang sangat ekspresif. Dia selalu bersuara, “Bleh! Tak sedap!” (lagi- lagi dengan gaya Upin dan Ipinnya itu). Tapi suatu hari karena punya waktu luang lebih maka saya ingin menyajikan telur dadar tersebut dengan dipotong- potong hingga menyerupai bentuk mie di atas nasi goreng. Lalu saat saya sedang menyiapkan memotong dadar- dadar yang sudah saya gulung, tiba- tiba dari belakang saya terdengar suara, “Hmmm, enak ya!”. Saya melihat si abang sedang memandang telur dadar mie tersebut dengan selera sekali. Saya langsung berikan saja telur dadar tersebut dengan nasi gorengnya sekalian. Al hasil, nasi goreng dan telur dadarnya habis sampai harus berebut dengan sang adik. Dan saya berkata lagi dalam hati, itukan telur dadar juga seperti yang kemarin mamak kasih?


Cerita suami saya lain lagi.. suatu hari saya masak Ikan Tongkol tumis Aceh. Saat melihat masakan tersebut suami saya terlihat tidak berselera. Dan benar saja, suami saya benar- benar tidak meyentuh masakan saya. Hari ini saya membeli anak tongkol berukuran kecil karena harganya murah dan masih segar sekali. Ikan tongkol kecil- kecil tersebut saya rebus dan saya suir- suir kemudian saya tumis Aceh lagi. Tapi kali ini saya masak sampai kering sehingga sekilas terlihat seperti varian masakan Aceh yang lain, “Phep keumamah eungkot Sure”. Dan seingat saya ini adalah salah satu makanan yang tidak pernah ditolak suami saya dimanapun dia menjumpainya. Dan hasil akhirnya masakan tersebut tidak bertahan lama. Dan suami sampai bilang kalau saya pelit karena tidak menambahkan ikan tumis tadi saat dia minta ditambahkan nasinya karena saya melihat ikannya masih lumayan di dalam piringnya. Saya bergumam lagi, ini kan ikan tongkol juga Ayah! Kenapa kemarin- kemarin gak disentuh? Sampai- sampai saya malas memasaknya. 




Tanpa saya sadari perbedaan tampilan dan tekstur pada makanan yang saya sajikan ternyata menimbulkan persepsi yang berbeda terhadap rasa makanan meskipun anak- anak dan suami saya belum merasakannya dengan lidah mereka. Apa sih sebenarnya yang membuat tekstur dan tampilan makanan itu begitu penting bagi seseorang? Ternyata penelitian mengenai masalah ini telah banyak dilakukan. Dan terbukti ada beberapa faktor yang membuat seseorang memutuskan memilih untuk makan atau tidak  makan sesuatu. Dan faktor penentunya itu bukan cuma pada rasa masakan lho. Ulasan berikut ini mungkin akan sedikit meredakan pusing kepala para emak- emak dalam menyiapkan makanan dan bereaksi saat makanannya tidak dimakan.

Kesukaan orang terhadap makanan berdasarkan teksturnya adalah ditentukan oleh dua hal faktor biologis yaitu terdapatnya enzim Amylase pada lidah. Orang yang memiliki enzym amylase yang banyak cenderung mengganggap tekstur makanan seperti pudding, saus dan syrup sebagai tekstur yang terlalu lembek dan berair. Faktor experience, semakin banyak perulangan terhadap konsumsi makanan tertentu akan merubah persepsi dan penerimaan seseorang terhadap makanan. anak laki- laki saya jadi suka nasi goreng ya karena seringnya dia makan nasi goreng setiap pagi. Kenapa setiap pagi? Ya Karena itu request makanan yang paling sering diminta oleh ayahnya anak- anak :) .

Ternyata tekstur merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang dilihat orang dalam makanan yang mereka anggap berkualitas sebelum memutuskan untuk makan atau tidak.  Hal ini dikenal dengan nama food quality. Menurut West, Wood dan Harger, Gaman dan Sherringtonserta Jones  secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi food quality adalah sebagai berikut:
a. Warna
Warna dari bahan-bahan makanan harus dikombinasikan sedemikian rupa supaya tidak terlihat pucat atau warnanya tidak serasi. Kombinasi warna sangat membantu dalam selera makan seseorang.
b. Penampilan
Ungkapan ―looks good enough to eat‖ bukanlah suatu ungkapan yang berlebihan. Makanan harus baik dilihat saat berada di piring, di mana hal tersebut adalah suatu faktor yang penting. Kesegaran dan kebersihan dari makanan yang disajikan adalah contoh penting yang akan mempengaruhi penampilan makanan baik atau tidak untuk dinikmati.
c. Porsi
Dalam setiap penyajian makanan sudah ditentukan porsi standarnya yang disebut standard portion size. Standard portion size didefinisikan sebagai kuantitas item yang harus disajikan setiap kali item tersebut dipesan. Manajemen dianjurkan untuk membuat standard portion size secara jelas, misalnya berapa gram daging yang harus disajikan dalam sebuah porsi makanan.
d. Bentuk
Bentuk makanan memainkan peranan penting dalam daya tarik mata. Bentuk makanan yang menarik bisa diperoleh lewat cara pemotongan bahan makanan yang bervariasi, misalnya wortel yang dipotong dengan bentuk dice atau biasa disebut dengan potongan dadu digabungkan dengan selada yang dipotong chiffonade yang merupakan potongan yang tidak beraturan pada sayuran.
e. Temperatur
Seseorang menyukai variasi temperatur yang didapatkan dari makanan satu dengan lainnya. Temperatur juga bisa mempengaruhi rasa, misalnya rasa manis pada sebuah makanan akan lebih terasa saat makanan tersebut masih hangat, sementara rasa asin pada sup akan kurang terasa pada saat sup masih panas.
f. Tekstur
Ada banyak tekstur makanan antara lain halus atau tidak, cair atau padat, keras atau lembut, kering atau lembab. Tingkat tipis dan halus serta bentuk makanan dapat dirasakan lewat tekanan dan gerakan dari reseptor di mulut.
g. Aroma
Aroma adalah reaksi dari makanan yang akan mempengaruhi seseorang sebelum seseorang menikmati makanan, seseorang dapat mencium makanan tersebut.
h. Tingkat kematangan
Tingkat kematangan makanan akan mempengaruhi tekstur dari makanan. Misalnya wortel yang direbus cukup akan menjadi lunak daripada wortel yang direbus lebih cepat. Untuk makanan tertentu seperti steak setiap orang memiliki selera sendiri-sendiri tentang tingkat kematangan steak.
i. Rasa
Titik perasa dari lidah adalah kemampuan mendeteksi dasar yaitu manis, asam, asin, pahit. Dalam makanan tertentu empat rasa ini digabungkan sehingga menjadi satu rasa yang unik dan menarik untuk dinikmati.

Jadi buat emak- emak gak usah baper kalo suami atau anak- anak anda tidak mau makan masakan anda. Jelas itu bukan berarti anda tidak pandai memasak. Ternyata ini lebih merupakan masalah persepsi seseorang. Kalau hari ini masakan emak- emak semua pada gak dimakan ya jangan risau berarti ada faktor- faktor di atas yang perlu dimodifikasi terus sampai kita bisa paham makanan seperti apa sih maunya suami dan anak- anak kita. Buat para ayah, suami dan para anak, pahamilah bahwa sebelum memutuskan untuk tidak makan sesuatu lebih baik memcicipinya terlebih dahulu. Karena kalian gak akan pernah tau rasa seperti apa yang terlewatkan Cuma karena mengandalkan deteksi makanan cuma dari tampilannya saja.
Sumber :
Margaretha Fiani S. dan Edwin Japarianto, S.E., M.M., Analisa Pengaruh Food Quality dan Brand Image terhadap Keputusan Pembelian Roti Kecik Toko Roti Ganep’s di Kota Solo dalam   JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 diakses pada https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwimhar94IvTAhUKPo8KHZAQC1AQFggoMAI&url=http%3A%2F%2Fstudentjournal.petra.ac.id%2Findex.php%2Fmanajemen-pemasaran%2Farticle%2Fview%2F72%2F37&usg=AFQjCNGo5_wSsIiBHI9N6TJTa8z7L0oKjg&sig2=Weg3Y8ol8wFYu_IEv6lNEA&bvm=bv.151426398,d.c2I 5 april 2017

http://nakita.grid.id/Batita/Nugget-Mengacaukan-Selera-Makanan-Rumah

Monday, April 3, 2017

ANTARA TATA KRAMA dan TROTOAR

Sebagai emak- emak yang bekerja, mengendarai motor adalah hal yang rutin saya lakukan setiap kali pergi kerja sejak saya bisa  mengendarai kendaraan ini. Sebelumnya saya berangkat dan pulang kerja dengan menggunakan layanan angkutan umum bernama labi- labi. Jadwal mengajar yang fleksible membuat saya sering berangkat pada waktu- waktu berkendara yang tidak sibuk. Tapi semenjak mendapat jadwal mengajar pada awal- awal jam kerja,  katakanlah pukul 08.00 waktu Lsm yang mengharuskan saya berkendara di jam- jam sibuk jalanan raya. Ada beberapa fenomena menarik saat saya menggunakan kendaraan umum bernama labi- labi dan juga saat menggunakan sepeda motor pribadi.


Jika anda adalah pengguna labi-labi maka jika anda naik kendaraan ini sebelum pukul 8 pagi atau sebelum masa- masa jam masuk kerja dan masuk sekolah, kendaraan ini akan dipacu oleh supirnya dengan  kecepatan penuh. Dan sebagaimana ditempat- tampat lain ada supir- supir tertentu yang akan segera menjadikan jalan raya sebagai ajang balapan dengan lawan atau supir labi- labi lain yang muncul dibelakang mereka. Bila anda menggunakan labi- labi sekitaran diatas pukul delapan pagi maka yang terjadi adalah kendaraan ini akan bergerak dengan kecepatan mungkin hanya dengan kecepatan sekitar 30- 40 km/jam (entahlah gak liat speedometernya, tapi yang pasti lambatnya itu luar biasa). Tapi begitu dibelakang mereka ada labi- labi yang lain maka segala hal berbau balapan hampir pasti akan terjadi. Mungkin ini adalah semacam kode etik tak tertulis yang disepakati oleh supir labi- labi. Tapi yang pasti hal ini menjadi masalah dalam aturan berlalulintas yang seharusnya. Sekian lama saya menggunakan labi- labi saat balapan ini terjadi, yang paling terasa adalah anda sangat mengkhawatirkan keselamatan semua isi penumpang didalam kendaraan ini termasuk jiwa saya yang notabene berada didalam kendaraan yang sama. Sedangkan keselamatan pengguna jalan yang lain jarang sekali terlintas karena memang jarak pandang penumpang labi- labi sangat terbatas karena design kendaraan ini memang agak sedikit tertutup. 


Setelah saya menggunakan motor sendiri, maka hal yang paling terasa tentunya perubahan jarak pandang ini. Saya bisa melihat pengguna jalan raya dan kendaraan yang lain berseliweran seperti hampir dipelupuk mata saya. Orang yang sedang berjalan dipinggir jalan, orang yang akan menyeberang jalan, pengendara lain yang juga memacu kendaraannya untuk segera sampai ketujuan membuat kita perlu konsentrasi penuh saat berkendara. Mematuhi aturan lalu lintas adalah yang wajib. Saat saya mengatakan aturan lalu lintas maka maknanya bukan sepenuhnya mematuhi peraturan tertulis lalulintas (karena orang yang mematuhi aturan tertulis lalulintas itu sangat sedikit, dan yang paling parah akan terlihat sedikit aneh?) tapi bagaimana kita mengikuti arus dan ritme berkendaraan kebanyakan orang ditempat kita berada. Arusnya terkadang benar- benar aneh dan membuat emosi menanjak tinggi. Kebanyakan orang masih seperti dikejar setan untuk sampai ke tujuannya. Dan saya sering terpacu untuk ikut menambah kecepatan supaya irama itu sama dengan sebagian besar pengendara yang terburu- buru tersebut. Memacu dengan cepat dan semakin cepat! Itu adalah refleks yang selalu terjadi pada saya walaupun awalnya saya hanya memacu kendaraan pada kecepatan 40- 50 km/jam. Tidak ada yang salah memang jika saya mengendarai sepmor saya dengan kecepatan segitu di jalur lambat. Yang menjadi masalah adalah ternyata ada yang mengendarai sepmornya dengan kecepatan sepeda biasa sehingga seringnya saya malah terjebak diantara ritme sangat lambat didepan saya dan ritme sangat cepat di belakang dan sebelah kanan saya. Mau tidak mau memacu kecepatan adalah pilihan yang paling nyaman karena itu arus yang paling besar di jam- jam berangkat sekolah dan bekerja. 


Jika kecepatan sudah mencapai 80 km/jam lebih rasanya sangat nyaman and feels like you are unstopable sampai akhirnya saya yang punya status sebagai emak- emak ini melihat dikiri kanan jalan banyak bocah- bocah berseragam putih merah, putih biru, dan putih abu- abu menunggu dengan cemas kapan mereka harus melangkahkan kaki untuk menyeberang. Refleks yang terjadi adalah saya selalu melambatkan kendaraan agar mereka bisa menyeberang, tapi mereka tetap tidak bisa menyeberang karena kendaraan yang lain dibelakang saya jelas tidak melakukan hal yang sama. Budaya mendahulukan pejalan kaki jelas tidak ada. Pejalan kaki harus yang berjuang dengan mengandalkan analisa yang tepat saat mereka ingin menggunakan jalan raya; kapan harus menyeberang dan kapan harus berjalan diatas badan jalan karena pinggiran jalan becek atau bahkan tergenang parah setelah hujan misalnya. Jika salah perkiraan karena terburu- buru misalnya jelas akibat akan fatal. Dan secara undang- undang yang disalahkan jelas mereka karena menyeberang tidak di zebra cross, bukan dijembatan penyeberang, bukan di lampu penyeberang, dan karena tidak berjalan ditrotoar. Orang- orang diluar daerah kami yang berasal dari daerah atau negara lain mungkin akan bertanya, “Kenapa orang- orang ini begitu tidak disiplin?”. Jawaban ya karena fasilitas- fasilitas untuk pejalan kaki tadi memang hampir tidak ada lagi disekitaran jalan yang saya lalui ini (kalau tidak boleh dikatakan sengaja dihilangkan oleh para pembuat jalan). 


Jiwa emak- emak saya menggelegak bercampur antara marah dan sedih pada saat bersamaan. Bagaimana kalau anak- anak ini lengah sedikit saja? Bagaimana kalau teman- teman mereka usil dan tanpa sengaja menyenggol mereka ke jalan raya yang ramai. Bagaimana kalau mereka salah perkiraan kapan harus menyeberang? Jelas tubuh- tubuh kecil ini akan hancur berantakan (saya – dan emak- emak lain yang memiliki bocah yang sudah bersekolah -- pasti tidak lupa berdo’a agar hal ini tidak pernah terjadi). Yang membuat saya heran kenapa jalan- jalan yang dibangun pada tahun 2000-an ke atas seperti tidak memberikan hak bagi pejalan kaki. Perluasan jalan mengakibatkan banyak trotoar jalan hilang dan digantikan dengan jalur kecil yang entah untuk apa. Apakah itu untuk jalur sepeda? Apakah itu kendaraan menepi pada keadaan darurat? Apakah itu untuk pejalan kaki? Kemana para pembuat rencana pembangunan jalan ini study banding saat membangun jalan raya? Kalau katanya ke negara- negara maju maka jelas study banding itu tidak berguna sebab di negara- negara maju highway, jalur sepeda, trotoar dan bagian- bagian jalan semua bentuk dan fungsinya jelas terlihat. Apakah karena kebanyakan warga di kota ini telah memiliki kendaraan lalu kebutuhan pejalan kaki menjadi tidak penting? Kalau mau diteruskan maka pertanyaan ini akan semakin panjang.


Lain lagi saat anda sedang terburu- buru kemudian di depan anda ada dua sampai tiga sepeda motor berjejer ke kanan sampai memenuhi seluruh jalur dengan kecepatan lambat sambil pengendaranya enak- enakan ngobrol sambil tertawa- tawa. Dimana otaknya dipakai? Apakah ditinggalkan di sekolah atau di kampus? Karena kebanyakan yang melakukan ini adalah pelajar dan mahasiswa. Atau orang tua mereka Cuma mampu membelikan mereka kendaraan tapi tidak mampu memberi nasehat tentang aturan berkendaraan di jalan raya? Apa isi pendidikan kewarganegaraan atau PPKN saat ini sampai itu pun bisa terjadi? Belum lagi emak- emak atau bapak- bapak yang masuk ke jalur lalu lintas jalan besar dari lorong- lorong seenak hatinya saja. Ibarat kata, saat kita keluar dari jalur awal kita kemudian kita mau masuk ke jalur lain itu sama dengan bertamu atau masuk pekarangan orang, ya mustinya harus lihat- lihat dulu, izin dulu baru masuk. Lihat- lihat itu ada gak kendaraan yang datang, izin itu sama dengan ya kasih lampu sen dong. Sering kali kejadian juga minta izinnya ke kiri eh.. beloknya malah ke kanan atau sebaliknya. Yang paling parah dan mencengangkan kalo tipe orang macam ini nambrak, dia duluan yang paling garang suaranya dan paling merasa dirugikan (bagian ini gak usah saya ceritakan lagi, tambah panjang ceritanya nanti. Jadi, ini buat yang paham- paham aja he he he)


Saya tidak sedang membandingkan negara kita dengan negara lain. Saya sedang membandingkan realita saat ini dengan realita masa lalu dimana orang- orang jauh lebih beradab dan bertatakrama. Apalagi tatakrama dijala yang notabene bila salah bisa menghilangkan nyawa kita sendiri dan juga nyawa orang lain. Padahal tata tertib menggunakan jalan raya sudah diatur secara undang- undang. Kalau sekarang ini saya bertanya kenapa tidak diindahkan maka akan naif sekali. Percaya atau tidak ini adalah hasil dari budaya nasehat- menasehati yang telah hilang. Nilai budaya beradab telah bergeser menjadi  budaya “ini urusan ku, bukan urusan mu”. 


Tapi sebagai orang yang beragama kita jelas di larang berkecil hati atau putus asa dengan keadaan yang buruk ini. Sebagai emak- emak saya cuma bisa berdo’a dan kembali mengingatkan bahwa ada banyak hal penting yang harus kita ingat saat berlalu lintas. Mari kira menyimak dan mengingat kembali potongan- potongan yang kita sering lupakan saat berkendaraan berikut ini:

Persiapan sebelum berangkat :

 Sepeda motor :


Periksa kondisi kendaraan (rem, ban, lampu besar atau lampu isyarat, kaca spion dll) pastikan dalam kondisi baik.


Mobil :


Periksa kondisi kendaraan (rem, ban, lampu besar/ lampu utama, lampu isyarat/ lampu sen, minyak rem,  kaca spion, air accu, air radiator, cek oli) pastikan dalam kondisi baik


Perlengkapan kedaraan bermotor :


Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan kendaraan bermotor, perlengkapan roda 4 atau lebih sekurang- kurangnya terdiri atas


a.   Sabuk keselamatan/ sabuk pengaman

b.   Ban cadangan

c.   Segitiga pengaman

d.   Dongkrak

e.   Pembuka roda

f.    Pertolongan pertama pada kecelakaan/kotak P3K

g.   Helm atau rompi bagi pengemudi roda 4 atau lebih yang tidak memiliki rumah-rumah.